Saya mulai darimana sebaiknya? oke, perkenalkan, saya adalah seorang mahasiswa disebuah Universitas di depok dan sekarang sudah memasuki semester akhir. Apakah IPK saya tinggi? Tidak. Tapi saya sudah berusaha untuk menjadi yang terbaik di kampus.
Kenapa IPK saya rendah? apakah saya bodoh? Tidak. Saya merasa tidak bodoh, karena saya pernah bekerja di salah satu perusahaan Media Massa terbaik di Indonesia sebagai Web Developer.
Saya kuliah tidak hanya untuk mengejar nilai semata, sementara kreativitas dan soft skill yang penting untuk bekal kehidupan terabaikan. Saya mencoba keluar dari sistem, sistem pendidikan yang membuat anak didik tumbuh menjadi anak “penurut” ketimbang anak kreatif. Tentu saya juga tetap wajib menjunjung tinggi aspek-aspek status saya sebagai Mahasiswa.
Kenapa IPK saya rendah? apakah saya bodoh? Tidak. Saya merasa tidak bodoh, karena saya pernah bekerja di salah satu perusahaan Media Massa terbaik di Indonesia sebagai Web Developer.
Saya kuliah tidak hanya untuk mengejar nilai semata, sementara kreativitas dan soft skill yang penting untuk bekal kehidupan terabaikan. Saya mencoba keluar dari sistem, sistem pendidikan yang membuat anak didik tumbuh menjadi anak “penurut” ketimbang anak kreatif. Tentu saya juga tetap wajib menjunjung tinggi aspek-aspek status saya sebagai Mahasiswa.
Peran dan fungsi mahasiswa, dapat kamu pahami di bawah ini:
- Sebagai Iron Stock – mahasiswa itu harus bisa menjadi pengganti orang-orang yang memimpin di pemerintahan nantinya, yang berarti mahasiswa akan menjadi generasi penerus untuk memimpin bangsa ini nantinya.
- Agent Of Change – dituntut untuk menjadi agen perubahan. Disini maksudnya, jika ada sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar dan itu ternyata salah, mahasiswa dituntut untuk merubahnya sesuai dengan harapan yang sesungguhnya.
- Social Control – harus mampu mengontrol sosial yang ada di lingkungan sekitar (lingkungan masyarakat). Jadi… selain pintar di bidang akademis, mahasiswa harus pintar juga dalam bersosialisasi dengan lingkungan.
- Moral Force – diwajibkan untuk menjaga moral-moral yang sudah ada. Jika di lingkungan sekitarnya terjadi hal-hal yang tak bermoral, maka mahasiswa dituntut untuk merubah serta meluruskan kembali sesuai dengan apa yang diharapkan.
Memang pada kenyataanya beberapa perusahaan membuat syarat ketat saat rekrutmen. Biasanya
mereka hanya mengizinkan sarjana dengan IPK di atas 2,75 untuk ikut
seleksi. Sikap perusahaan ini, menurut saya, bukan strategi merekrut mahasiswa
cerdas. Mereka hanya sedang menghindari merekrut karyawan malas. Sebab, IPK 2,75 itu standar. Itu bisa diperoleh dengan cara-cara
standar. Berangkat kuliah, presentasi, nulis makalah, lalu ikut ujian.
Jika IPK-mu di bawah itu, (maaf) ada kemungkinan kamu malas. Itu saja.
Apakah IPK berpengaruh pada masa depan saya? Tergantung kamu ingin jadi apa kelak. Kalau mau jadi karyawan, tentu kamu perlu IPK bagus supaya bisa ikut rekrutmen. Tapi kalau kamu pengin jadi pengusaha, yang lebih kamu perlukan adalah kecapakan berinovasi dan mental baja.
Kalau kamu pengin jadi seniman, berkreasilah. Buatlah sesuatu yang bisa dinikmati banyak orang.
Konon katanya, ada mitos sarjana dengan nilai A atau cocoknya jadi dosen, peneliti, atau ilmuwan. Kalau nilanya B cocok jadi karyawan atau PNS. Kalau nilainya C cocok jadi pengusaha. Kalau C atau D, cocoknya jadi politisi.
So, jika IPK kamu kecil, bukan berarti kamu bodoh, ada kemungkinan kamu itu (maaf) malas. Jangan berkecil hati. Yang terbaik itu bukan diukur dari sebuah angka atau pun nilai, tapi balik lagi ke peranan mahasiswa pada poin nomor 2 diatas, Agent Of Change. Apa yang sudah kamu perbuat untuk Bangsa dan Negara?
Jika IPK kamu tinggi, bersyukurlah dan jangan lupa peranan kamu sebagai mahasiswa, tentunya yang terpenting, jangan hanya karena IPK kebebasan, kreatifitas dan bakat kamu tidak ter-explore.
Dibawah ini ada cuplikan pidato Erica Goldson (siswi SMA) pada acara wisuda di Coxsackie-Athens High School, New York, tahun 2010. Erica Goldson adalah wisudawan yang lulus dengan nilai terbaik pada tahun itu. Isi pidatonya sangat menarik dan menurut saya sangat memukau. Namun, setelah saya membacanya, ada rasa keprihatinan yang muncul.
Apakah IPK berpengaruh pada masa depan saya? Tergantung kamu ingin jadi apa kelak. Kalau mau jadi karyawan, tentu kamu perlu IPK bagus supaya bisa ikut rekrutmen. Tapi kalau kamu pengin jadi pengusaha, yang lebih kamu perlukan adalah kecapakan berinovasi dan mental baja.
Kalau kamu pengin jadi seniman, berkreasilah. Buatlah sesuatu yang bisa dinikmati banyak orang.
Konon katanya, ada mitos sarjana dengan nilai A atau cocoknya jadi dosen, peneliti, atau ilmuwan. Kalau nilanya B cocok jadi karyawan atau PNS. Kalau nilainya C cocok jadi pengusaha. Kalau C atau D, cocoknya jadi politisi.
So, jika IPK kamu kecil, bukan berarti kamu bodoh, ada kemungkinan kamu itu (maaf) malas. Jangan berkecil hati. Yang terbaik itu bukan diukur dari sebuah angka atau pun nilai, tapi balik lagi ke peranan mahasiswa pada poin nomor 2 diatas, Agent Of Change. Apa yang sudah kamu perbuat untuk Bangsa dan Negara?
Jika IPK kamu tinggi, bersyukurlah dan jangan lupa peranan kamu sebagai mahasiswa, tentunya yang terpenting, jangan hanya karena IPK kebebasan, kreatifitas dan bakat kamu tidak ter-explore.
Dibawah ini ada cuplikan pidato Erica Goldson (siswi SMA) pada acara wisuda di Coxsackie-Athens High School, New York, tahun 2010. Erica Goldson adalah wisudawan yang lulus dengan nilai terbaik pada tahun itu. Isi pidatonya sangat menarik dan menurut saya sangat memukau. Namun, setelah saya membacanya, ada rasa keprihatinan yang muncul.
Saya lulus. Seharusnya saya menganggapnya sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan, terutama karena saya adalah lulusan terbaik di kelas saya. Namun, setelah direnungkan, saya tidak bisa mengatakan kalau saya memang lebih pintar dibandingkan dengan teman-teman saya. Yang bisa saya katakan adalah kalau saya memang adalah yang terbaik dalam melakukan apa yang diperintahkan kepada saya dan juga dalam hal mengikuti sistem yang ada.
Di sini saya berdiri, dan seharusnya bangga bahwa saya telah selesai mengikuti periode indoktrinasi ini. Saya akan pergi musim dingin ini dan menuju tahap berikut yang diharapkan kepada saya, setelah mendapatkan sebuah dokumen kertas yang mensertifikasikan bahwa saya telah sanggup bekerja.
Tetapi saya adalah seorang manusia, seorang pemikir, pencari pengalaman hidup – bukan pekerja. Pekerja adalah orang yang terjebak dalam pengulangan, seorang budak di dalam sistem yang mengurung dirinya. Sekarang, saya telah berhasil menunjukkan kalau saya adalah budak terpintar. Saya melakukan apa yang disuruh kepadaku secara ekstrim baik. Di saat orang lain duduk melamun di kelas dan kemudian menjadi seniman yang hebat, saya duduk di dalam kelas rajin membuat catatan dan menjadi pengikut ujian yang terhebat.
Saat anak-anak lain masuk ke kelas lupa mengerjakan PR mereka karena asyik membaca hobi-hobi mereka, saya sendiri tidak pernah lalai mengerjakan PR saya. Saat yang lain menciptakan musik dan lirik, saya justru mengambil ekstra SKS, walaupun saya tidak membutuhkan itu. Jadi, saya penasaran, apakah benar saya ingin menjadi lulusan terbaik? Tentu, saya pantas menerimanya, saya telah bekerja keras untuk mendapatkannya, tetapi apa yang akan saya terima nantinya? Saat saya meninggalkan institusi pendidikan, akankah saya menjadi sukses atau saya akan tersesat dalam kehidupan saya?
Saya tidak tahu apa yang saya inginkan dalam hidup ini. Saya tidak memiliki hobi, karena semua mata pelajaran hanyalah sebuah pekerjaan untuk belajar, dan saya lulus dengan nilai terbaik di setiap subjek hanya demi untuk lulus, bukan untuk belajar. Dan jujur saja, sekarang saya mulai ketakutan…….
Sumber: Valedictorian Speaks Out Against Schooling in Graduation Speech
Jika IPK Saya Rendah, Apakah Saya Bodoh?
4/
5
Oleh
Unknown
3 komentar
11 March 2016 at 21:11
menarik. kadang kita hanya fokus terhadap nilai dan mengabaikan bakat kita.
Reply11 March 2016 at 21:15
sangat bermanfaat. kadang memang saya malas, tulisan ini memotivasi saya. makasih min.
Reply11 March 2016 at 21:21
untuk Indonesia sendiri, mungkin adakalanya para pelajar merasakan hal itu.,.,
Replytp menurut saya, Masyarakat Indonesia lebih Unggul dalam hubungan antar manusia, lebih bisa menyesuaikan diri dari sesama (meskipun juga mudah saling bermusuhan).,.,
Indonesia sendiri lebih suka menjadi cerdas (mencari yg simple) darpada pintar (berfikir sendiri).,.,
saya kira terbatasnya kreativitas di Indonesia di karenakan kurang Kemandiriannya dalam memutuskan sesuatu (terlalu banyak berfikir atau menunggu giliran kedua)
Komentar dulu baru nge-line. Rumus.xyz